Senin, 02 Desember 2013

SEJARAH KABUPATEN KENDAL

Nama Kendal diambil dari nama sebuah pohon yakni Pohon Kendal. Pohon yang berdaun rimbun itu sudah dikenal sejak masa Kerajaan Demak pada tahun 1500 - 1546 M yaitu pada masa Pemerintahan Sultan Trenggono. Pada awal pemerintahannya tahun 1521 M, Sultan Trenggono pernah memerintah Sunan Katong untuk memesan Pusaka kepada Pakuwojo.

Peristiwa yang menimbulkan pertentangan dan mengakibatkan pertentangan dan mengakibatkan kematian itu tercatat dalam Prasasti. Bahkan hingga sekarang makam kedua tokoh dalam sejarah Kendal yang berada di Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu itu masih dikeramatkan masyarakat secara luas. Menurut kisah, Sunan Katong pernah terpana memandang keindahan dan kerindangan pohon Kendal yang tumbuh di lingkungan sekitar. Sambil menikmati pemandangan pohon Kendal yang nampak "sari" itu, Beliau menyebut bahwa di daerah tersebut kelak bakal disebut "Kendalsari". Pohon besar yang oleh warga masyarakat disebut-sebut berada di pinggir Jln Pemuda Kendal itu juga dikenal dengan nama Kendal Growong karena batangnya berlubang atau growong.

Dari kisah tersebut diketahui bahwa nama Kendal dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah atau daerah setelah Sunan Katong menyebutnya. Kisah penyebutan nama itu didukung oleh berita-berita perjalanan Orang-orang Portugis yang oleh Tom Peres dikatakan bahwa pada abad ke 15 di Pantai Utara Jawa terdapat Pelabuhan terkenal yaitu Semarang, Tegal dan Kendal. Bahkan oleh Dr. H.J. Graaf dikatakan bahwa pada abad 15 dan 16 sejarah Pesisir Tanah Jawa itu memiliki yang arti sangat penting. Sejarah Berdirinya Kabupaten Kendal

Adalah seorang pemuda bernama Joko Bahu putra dari Ki Ageng Cempaluk yang bertempat tinggal di Daerah Kesesi Kabupaten Pekalongan. Joko Bahu dikenal sebagai seorang yang mencintai sesama dan pekerja keras hingga Joko Bahu pun berhasil memajukan daerahnya. Atas keberhasilan itulah akhirnya Sultan Agung Hanyokrokusumo mengangkatnya menjadi Bupati Kendal bergelar Tumenggung Bahurekso. Selain itu Tumenggung Bahurekso juga diangkat sebagai Panglima Perang Mataram pada tanggal 26 Agustus 1628 untuk memimpin puluhan ribu prajurit menyerbu VOC di Batavia. Pada pertempuran tanggal 21 Oktober 1628 di Batavia Tumenggung Bahurekso beserta ke dua putranya gugur sebagai Kusuma Bangsa. Dari perjalanan Sang Tumenggung Bahurekso memimpin penyerangan VOC di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1628 itulah kemudian dijadikan patokan sejarah lahirnya Kabupaten Kendal.

Perkembangan lebih lanjut dengan momentum gugurnya Tumenggung Bahurekso sebagi penentuan Hari jadi dinilai beberapa kalangan kurang tepat. Karena momentum tersebut merupakan sejarah kelam bagi seorang tokoh yang bernama Bahurekso. Sehingga bila tanggal tersebut diambil sebagai momentum hari jadi dikhawatirkan akan membawa efek psikologis. Munculnya istilah "gagal dan gugur" dalam mitologi Jawa dikawatirkan akan membentuk bias-bias kejiwaan yang berpengaruh pada perilaku pola rasa, cipta dan karsa warga Kabupaten Kendal, sehingga dirasa kurang tepat jika dijadikan sebagai pertanda awal mula munculnya Kabupaten Kendal.

Dari Hasil Seminar yang diadakan tanggal 15 Agustus 2006, dengan mengundang para pakar dan pelaku sejarah, seperti Prof. Dr. Djuliati Suroyo ( guru besar Fakultas sastra Undip Semarang ), Dr. Wasino, M.Hum ( dosen Pasca Sarjana Unnes ) H. Moenadi ( Tokoh Masyarakat Kendal dengan moderator Dr. Singgih Tri Sulistiyono. serta setelah diadakan penelitian dan pengkajian secara komprehensip menyepakati dan menyimpulkan bahwa momentum pengangkatan Bahurekso sebagai Bupati Kendal, dijadikan titik tolak diterapkannya hari jadi. Pengangkatan bertepatan pada 12 Rabiul Awal 1014 H atau 28 Juli 1605. Tangal tersebut persis hari Kamis Legi malam jumat pahing tahun 1527 Caka. Penentuan Hari Jadi ini selanjutnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah ( PERDA ) Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2006, tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten Kendal ( Lembaran Daerah no 20 Tahun 2006 Seri E nomor 15 )


Minggu, 01 Desember 2013

Sumbang pikiran untuk Guru, pada HUT PGRI ke 68 dan Hari Guru ke 19 tahun 2013...

Pernahkah kita berfikir bahwa peserta didik yang sedang kita beri pelajaran di sekolah kita adalah seorang (calon) Presiden, Menteri, atau Bupati pada beberapa tahun yang akan datang...?
Pernahkah kita berfikir bahwa anak-anak yang sedang bermain bersama anak kita, atau anak-anak tetangga kita yang (sangat) nakal itu adalah (calon) pemimpin dimasa datang...?
Yang pasti, kita tidak pernah tahu akan jadi apa anak-anak disekitar kita, bahkan para peserta didik yang sedang kita beri pelajaran itu nantinya...

Tapi apa yang sering kita lihat dan yang sering kita dengar dari para Guru senior pada saat-saat bercerita pengalaman: “Itu yang jadi Dirjen di Kementerian itu dulu adalah peserta didik saya, memang dia waktu sekolah cerdas dan pintar sekali, dan kebetulan anak orang kaya...” Dan Guru lain berkata: “Lhakok jauh-jauh, lha itu si-Anu, yang sekarang jadi Kepala Dinas, itu kan peserta didik saya dulu...” Begitu seterusnya, dan para Guru tersebut begitu bangga dengan ceritanya tadi...

Tetapi pernahkah kita berfikir, bahwa sejauh mana atau sebesar apa pengaruh “didikan” kita terhadap keberhasilan anak-anak kita itu...? Adakah pengaruh dari pelajaran yang kita berikan terhadap keberhasilan anak didik kita, sehingga dia jadi Presiden, Menteri, Bupati atau jabatan-jabatan publik yang lainnya... Seberapa besarkah pengaruhnya...? Atau bahkan kita merasa tidak ada sama sekali pengaruhnya...?

Bapak dan Ibu Guru yang terhormat, serta sahabat-sahabat yang budiman, dari uraian diatas, kalau kita ragu-ragu dengan berapa besar pengaruh pelajaran, didikan atau bimbingan kita terhadap keberhasilan peserta didik kita dimasa yang akan datang, maka saya menyarankan kepada Bapak dan Ibu Guru, marilah kita memulai merubah pola pikir kita (Change your Minds), mari kita mulai berubah, dengan menganggap dan memposisikan bahwa seolah-olah anak-anak atau peserta didik yang sedang kita beri pelajaran itu adalah para (calon) pejabat, para (calon) pemimpin dan para tokoh masyarakat dimasa datang, sehingga (pasti) cara mengajar kita, cara bicara kita dan cara kita berperilaku dihadapan anak didik pasti akan berubah... dan kita pun suatu saat tidak akan ragu lagi mengatakan bahwa si-Anu yang sekarang jadi Bupati itu dulu adalah peserta didik saya... dan tentu kita ikut bangga atas keberhasilah para peserta didik dan anak didik kita...

Kemudian, pada saat penerimaan peserta didik baru, yang biasanya para Guru (maaf) bersikap angkuh, seolah-olah tidak butuh dan memandang enteng para calon peserta didik, dengan perubahan pola pikir tadi, maka pasti akan berubah pula sikap terhadap para calon peserta didik baru... Anggap calon peserta didik baru itu sebagai (calon) pemimpin kita dimasa datang yang akan menimba ilmu kepada kita, di sekolah dimana kita mengajar sebagai Guru, ucapkan selamat datang, berikan harapan-harapan kepada mereka, tunjukkan kepada mereka bagaimana untuk menjadi orang besar bagi masa depannya... Selamat mencoba...
Selamat Hari Guru ke 19... “Guru Jasamu tiada tara”.


Sri Bagus DARMOYO Ws. – Kepala Bidang Pariwisata