Kamis, 22 Mei 2008

POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA SMK YANG MENERAPKAN SMM ISO

Pola Pengambilan Keputusan
Pada SMK Yang Menerapkan SMM ISO 9001:2000
Oleh : Sri Bagus Darmoyo

Abstrak

Sri Bagus Darmoyo, Decision Making Pattern at SMK which Implements SMM ISO 9001:2000, Individual Task on Kuliah Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Kependidikan, at Manajement Education Program, Post Graduate Program, State University of Semarang. Lecturer : Prof. Dr. Madyo Eko Susilo, MPd. and Dr. Joko Widodo.

Keyword : Decision making, Pattern, SMK, SMM ISO 9001:2000.

It everyone surely makes a decision. A good decision has the character of major and minor, can be told that man is decision maker creature. Decision making is prerequisite an action, there is no one actions which can be done without existence of decision making before.
Decision making is science and art. Decision making called as art because the activity is always given on characteristic and unique which is typical, and not one who is deciding something by the way of which precisely equal to others. Decision making as an art can not “be studied", but taste goal, nuance and quality of the art hardly influenced by quality or decision taker character.
Every manager can choose approach assumed that most appropriate with situation and condition faced in taking decision. Decision making models is developed on the basis of assumption that decision is based to rationality. Rational model told as model to have the character of normatif (normative modeled) what considered to be model who is ideal, but model do not who actually in decision making.
Quality Management System is management system which optimalisation of all resource efficiently, either resource, man and also material resource, to yield goods product / service fulfilling requirement specification (standard / required), by the way of doing continuous repair (quality improvement), through a guarantee (quality assurance), tight control (quality control), correct planning (quality assessment), to be able to gratify cutomer/client (customer).
At the moment applying the quality management system in SMK (as service industries) has become fundamental requirement if SMK want to exist in global market, and also domestic market in Indonesia. Consumer demand (student old fellow and labour consumer industry) to level of service given by producer (SMK) has increased.
SMK which has applied SMM ISO 9001:2000, applies strategic decisions retrieval with approach of rational model, through mechanism of management review carried out at least once a year, with the purpose main is improve continuously.

A. Pendahuluan

Setiap orang pasti membuat keputusan, baik keputusan itu bersifat mayor ataupun minor. Pengambilan keputusan minor adalah pengambilan keputusan ringan yang tidak mempunyai dampak yang relatif besar, misalnya memakai baju warna apa pada suatu acara tertentu. Keputusan mayor adalah keputusan yang mempunyai implikasi cukup besar, misalnya keputusan untuk merantau ke luar negeri.
Dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk pembuat keputusan. Pengambilan keputusan adalah prasyarat suatu tindakan, di mana tidak ada satu tindakanpun yang dapat dilakukan tanpa ada pengambilan keputusan sebelumnya. Kebanyakan keputusan yang dihadapi dalam pekerjaan sehari-hari menyangkut pilihan-pilihan yang sederhana dan informasi yang relatif sedikit.
Ada banyak definisi mengenai pengambilan keputusan, tetapi kesemuanya hampir senada. Robbins (1997) berpendapat bahwa "decision making is which choses between two or more alternatives". Hampir sama dengan pendapat tersebut, Tjiptono (2003) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses memilih suatu rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif. Kedua pendapat tersebut mengandung arti bahwa hakikat pengambilan keputusan ialah memilih dua alternatif atau lebih untuk melakukan suatu tindakan tertentu baik secara individu maupun kelompok.
Definisi mengenai pengambilan keputusan juga dapat dilihat dalam konteks orientasi berpikir. Kepner (1975) menyatakan bahwa mengambil keputusan berarti memilih antara berbagai macam cara mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan sesuatu. Hal di atas mengandung pengertian bahwa pengambilan keputusan lebih berorientasi kepada masalah yang timbul atau mungkin timbul.
Berbeda dengan dengan hal tersebut, Drumond menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu usaha penciptaan kejadian-kejadian dan pembentukan masa depan (Syafaruddin 2,004). Pendapat Drumond ini lebih berorientasi kepada pengambilan keputusan yang bukan semata-mata memecahkan masalah yang ada, tetapi berorientasi pada perubahan, atau mengambil keputusan untuk membuat perubahan.
Definisi lain yang lebih lengkap mengenai pengambilan keputusan adalah seperti apa yang dinyatakan oleh Mondy dan Premeaux, yang menjelaskan bahwa "decision making is the process of generating and evaluating alternatives and making choices among them" (Syafaruddin 2004). Pendapat ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses pada saat ada sejumlah langkah yang harus dilakukan dan pengevaluasian alternatif untuk membuat putusan dari semua alternatif yang ada.
Bertolak dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan ialah proses pemecahan masalah dan penciptaan kejadian-kejadian dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai suatu tujuan yang dinginkan. Definisi ini mengandung beberapa substansi pokok, yaitu ada kebutuhan pemecahan masalah, ada proses atau langkah-langkah, ada beberapa alternatif-alternatif yang harus dipilih, ada ketetapan hati memilih satu pilihan, dan ada tujuan pengambilan keputusan, dan ada prakiraan mengenai apa yang akan terjadi sebagai akibat atau konsekuensi dari pengambilan keputusan tersebut.
Setiap proses pengambilan keputusan merupakan suatu sistem tindakan karena ada beberapa komponen di dalamnya. Menurut Prayudi (dalam Syafaruddin 2004), kerangka kerja yang ada di dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. posisi orang yang berwenang dalam mengambil keputusan;
2. problema, yaitu penyimpangan dari apa yang dikehendaki dan direncanakan atau dituju;
3. situasi si pengambil keputusan itu berada;
4. kondisi si pengambil keputusan;
5. tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai dengan pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan adalah ilmu dan seni (Dermawan 2004). Pengambilan keputusan disebut seni karena kegiatan tersebut selalu dihadapkan pada karakteristik dan keunikan sendiri, dan tidak seorangpun yang memutuskan sesuatu dengan cara yang persis sama dengan orang lain. Pengambilan keputusan sebagai sebuah seni tidak dapat "dipelajari", tetapi cita rasa, nuansa dan kualitas seni tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas atau karakter pengambil keputusan. Untuk dapat sampai kepada tahapan pengambilan keputusan sebagai seni, pengalaman dan ilmu tentang pengambilan keputusan memegang peranan yang penting.
Pengambilan keputusan merupakan ilmu, karena aktivitas tersebut memiliki sejumlah cara, metode, atau pendekatan tertentu yang bersifat sistematis, teratur, dan terarah. Pendekatan atau langkah-langkah dikatakan sistematis karena terdapatnya sejumlah langkah atau tahapan yang jelas dalam menjawab sebuah masalah. Ilmu pengambilan keputusan didasarkan atas penerapan gaya pemikiran yang dianut oleh seseorang dan persepsinya atas lingkungan dan masalah.
Paradigma pengambilan keputusan yang dianut saat ini adalah pengambilan keputusan sebagai ilmu yang menerapkan sejumlah pendekatan penelitian ilmiah (scientific research approach) dalam bentuk teknik-teknik pengambilan keputusan atas dasar perhitungan matematis atau statistik. Paradigma ini berangkat dari gaya pemikiran rasional empiris yang berkembang sejalan dengan semakin besarnya pengaruh pandangan ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Pengambilan keputusan sebagai ilmu juga menandakan bahwa kajian tersebut bisa dipelajari oleh siapa saja. Ilmu dan seni pengambilan keputusan pada akhirnya bertujuan untuk memudahkan manusia dalam menetukan keputusan terbaik untuk meraih tujuan yang diinginkan, terutama tujuan kelompok atau organisasi dan ilmu pengetahuan merupakan landasan utama dalam menetukan pilihan, memilih alternatif solusi terbaik atas masalah atau tantangan.
Meskipun pengambilan keputusan dapat diilmiahkan, namun pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan tidak sesederhana yang dibayangkan. Simplifikasi permasalahan pendidikan dalam bentuk kuantitatif tidak begitu mudah mengingat permasalahan di bidang pendidikan kadang-kadang ambigu, "bermuka banyak", dan kompleks. Owens (1995:170) menyatakan, ".......many our most trenchant educational problems are ambiguous, multifaced, and complex that they simply cannot be reduced to algorithms into which various quantitative data can be pluged so as to yield optimum decision".

B. Jenis Keputusan dan Pola Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah hasil yang dicapai dalam proses pengambilan keputusan. Ada beberapa pandangan dalam melihat berbagai macam pandangan dalam pemilahan jenis-jenis keputusan, tetapi kebanyakan para ahli membagi keputusan menjadi dua macam berdasarkan masalah yang dihadapi, yaitu keputusan terprogram (programmed decision) dan keputusan tidak terprogram (non-programmed decision). Hal ini paling tidak dikemukakan oleh Dermawan (2004), Robbins (2002), Tjiptono (2003), dan Syafaruddin (2004).
Tjiptono (2003:184) menyebutkan, keputusan yang diprogram (programmed decision) merupakan keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan, dan prosedur. Keputusan ini cenderung berulang-ulang dan rutin. Sedangkan keputusan yang tidak terprogram (non programmed decision) merupakan keputusan yang berkenaan dengan masalah-masalah baru, khas atau khusus, dan biasanya bersifat tidak terstruktur. Dalam menanggapi keputusan ini manajer cenderung menggunakan judgement, intuisi, dan kreativitas. Dewasa ini banyak pula perusahaan yang menggunakan simulasi komputer untuk menyelesaikan keputusan tidak terprogram.
Syafaruddin (2004) menjelaskan kedua macam keputusan tersebut di atas dalam bahasa yang sedikit berbeda. Disebutkan bahwa keputusan yang diprogram (programmed decision) dibuat berdasarkan pada problem yang diketahui secara baik (well-structured problem). Diasumsikan pula bahwa informasi tersedia secara mencukupi, dan dinilai relevan untuk menunjang proses pengambilan keputusan tersebut. Sedangkan keputusan tak diprogramkan (non-structured programmed) dibuat berdasarkan masalah yang tidak diketahui secara jelas (ill-structured problems) atau data dan informasinya tidak tersedia sebagaimana mestinya.
Istilah lain dari dua macam keputusan seperti tersebut di atas adalah keputusan rutin dan keputusan inovatif (Depdiknas 2005). Istilah ini lebih ditujukan pada kondisi tertentu, yaitu pengambilan keputusan di sekolah. Keputusan rutin berkenaan dengan prosedur operasional dan diambil melalui pengetahuan menyeluruh tentang aturan, peraturan, dan kebijakan organisasi. Keputusan inovatif adalah keputusan yang berkenaan dengan hal-hal yang sifatnya inovatif dan unik. Keputusan ini biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan keputusan rutin.
Setiap manajer dapat memilih pendekatan yang dianggap paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dalam mengambil keputusan. Kreitner dan Kinicki mengemukakan model pengambilan keputusan rasional yang terdiri dari empat langkah, yaitu identifikasi masalah, pengembangan alternatif solusi, serta implementasi dan evaluasi solusi (Tjiptono 2003:184). Sementara Robbins (1991) mengemukakan tiga model pengambilan keputusan, yaitu (1) optimizing decision-making model; (2) satisficing model; dan (3) implicite favorite model.
Model pengambilan keputusan dikembangkan atas dasar asumsi bahwa keputusan didasarkan atas rasionalitas. Model rasionalitas memandang pengambil keputusan sebagai manusia rasional, di mana mereka selalu konsisten dalam membuat pilihan pemaksimuman nilai di dalam lingkup keterbatasan-keterbatasan tertentu (Dermawan 2003). Model rasional memperlihatkan sejumlah langkah yang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam menentukan pilihan alternatif solusi. Sebagai contoh, ahli manajemen E.F. Hanson menunjukkan terdapatnya enam langkah dalam model rasional pengambilan keputusan, yaitu:
1. define the problem;
2. identify the decision criteria;
3. allocate weight to the criteria;
4. develop the alternatives;
5. evaluate the alternatives;
6. select the best alternative;
Sedangkan H.A. Simon memperlihatkan tiga langkah pengambilan keputusan, yaitu:
1. identify and define the problem;
2. generate the alternative solutions to the problem;
3. select solution and implement it.
Kedua pandangan tersebut sebetulnya tidak jauh berbeda, dan hampir semua pendapat yang berkaitan dengan langkah-langkah pemecahan masalah pasti dimulai dengan pengenalan dan identifikasi masalah, pencarian sejumlah alternatif solusi, dan pemilihan solusi terbaik.
Pengambilan keputusan berdasarkan pandangan rasionalitas didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu, dan masing-masing ahli memaparkan asumsi-asumsi tersebut sedikit berbeda satu dengan lainnya. Berikut ini adalah asumsi yang mendasari pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Robbins (2002), yaitu:
1. Kejelasan masalah. Permasalah jelas dan tidak samar-samar. Disini pengambil keputusan diasumsikan memiliki informasi lengkap tentang situasi keputusan.
2. Pilihan diketahui. Diasumsikan bahwa pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat membuat daftar dari semua alternatif yang berlaku terus menerus. Pengambil keputusan mengetahui semua kemungkinan konsekuensi dari masing-masing alternatif.
3. Preferensi yang jelas. Rasionalitas mengasumsikan bahwa masing-masing kriteria dan alternatif dapat diranking dan ditimbang untuk menunjukkan tingkat kepentingannya.
4. Preferensi yang konstan. Diasumsikan bahwa kriteria suatu keputusan tertentu adalah konstan dan bobot yang diberikan padanya stabil sepanjang waktu.
5. Tidak ada kendala waktu dan biaya. Pengambil keputusan rasional dapat memperoleh informasi yang lengkap tentang kriteria dan alternatif karena diasumsikan bahwa tidak ada kendala waktu dan biaya.
6. Hasil maksimal. Pengambil keputusan rasional akan memilih alternatif yang menghasilkan nilai yang dipandang paling tinggi.
Kondisi ideal yang dituntut dalam pengambilan keputusan rasional merupakan kondisi lingkungan yang tidak memiliki faktor ketidakpastian (zero uncertainly). Hal ini tentu tidak realistis, karena bila anggapan dasar yang melandasi keputusan rasional adalah benar, maka manajer akan selalu dapat mengambil keputusan dengan tepat dan benar. Model rasional dikatakan sebagai model bersifat normatif (normative model) yang dianggap sebagai model yang ideal, namun bukan model yang sebenarnya dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu dikembangkan suatu model yang realistis, yang disebut dengan bounded rationality atau rasional terbatas, dengan asumsi dasar bahwa manusia memiliki keterbatasan rasionalitasnya, serta keterbatasan-keterbatasan daya dukung untuk mengambil keputusan.
Kapasitas pikiran manusia untuk menformulasikan dan memecahkan masalah yang kompleks jauh di bawah prasyarat model rasionalitas, mereka membangun model yang disederhanakan dan mencari segi-segi penting dari masalah tanpa menangkap semua kompleksitasnya. Individu, kemudian dapat berperilaku secara rasional hanya dalam model yang sederhana (Robbins 2002). Sedangkan Dermawan (2003) mempersamakan istilah bounded rationality dengan irrationality.
Untuk menghindari informasi yang terlalu banyak, para pengambil keputusan menyandarkan pada heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua kategori umum heuristik, yaitu heuristik tersediaan dan heuristik keterwakilan (Robbins 2002). Keduanya menimbulkan bias dalam penilaian. Bias lain yang sering dibuat oleh para pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk meningkatkan komitmen kepada serangkaian tindakan yang gagal.
Heuristik ketersediaan (availability heuristic) adalah kecenderungan orang untuk mendasarkan penilaian mereka pada informasi yang sudah tersedia untuk mereka. Heuristik keterwakilan (representative heuristic) adalah kecenderungan orang yang menilai suatu kejadian dengan mencocokkannya pada kejadian yang sebelumnya ada. Orang sering keliru dalam menggunakan heuristik ini. Sebagai contoh para manajer seringkali memprediksikan kinerja suatu produk baru dengan menghubungkannya dengan kesuksesan produk sebelumnya.
Hal lain yang menarik dalam kajian pengambilan keputusan adalah intuisi. Pengambilan keputusan intuitif adalah suatu proses bawah sadar yang tercipta dari pengalaman. Pengambilan keputusan intuitif tidak harus dengan melakukan analisis rasional secara independen, namun lebih merupakan dua hal yang saling melengkapi. Pengalaman memungkinkan manajer mengenali situasi dan menggunakan informasi yang terkait dengan situasi tersebut, dan untuk sampai pada sebuah pilihan keputusan dengan cepat. Hasilnya adalah bahwa pengambil keputusan intuitif dapat mengambil keputusan dengan cepat dalam informasi yang sangat terbatas. Penggunaan intuisi sebagai alat pengambilan keputusan kadang dikaitkan dengan bounded rationality, atau lebih tepanya irrationality, yaitu menggunakan perasaan atas dasar keterbatasan-keterbatasan rasionalitas dan keterbatasan-keterbatasan informasi.

C. Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2000

1. Pengertian Sistem

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, Sistem Langsung ke: navigasi, cari
berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Dalam hal lembaga atau organisasi persekolahan, sistem dapat berarti elemen disekolah yang saling berhubungan, yang melakukan kegiatan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi di dalam sekolah yang bertujuan untuk memperoleh satu kesamaam informasi, keputusan bersama, pendapat, tujuan dan sasaran dalam membangun kehidupan sekolah secara utuh dan menyeluruh. Elemen-elemen yang ada disekolah meliputi : (1) Kepala Sekolah, (2) Wakil Kepala Sekolah, (3) Program Keahlian, (4) Bengkel atau Laboratorium, (5) Dewan Guru, (6) Wali Kelas, (7) Siswa, (8) Orang tua Siswa, (9) Tata Usaha, dan (10) Komite Sekolah. Diharapkan seluruh elemen tersebut mempunyai kesamaam informasi, keputusan, pendapat, tujuan dan sasaran dalam menjalankan sistem kehidupan disekolah secara utuh.

2. Pengertian Manajemen

Menurut Marry P. Fallet (dalam Bufford & Bedeian, 1988) manajemen is the art of getting done through people. Manajemen adalah seni dalam menggerakkan orang. Seorang manajer yang baik adalah manajer yang karena pengalamannya mempunyai atau menemukan seni (the art) dalam mengelola orang-orang yang dipimpinnya dengan gaya dan perilaku yang khas. Lebih jauh Bufford dan Bedeian menjelsakan bahwa manajemen is the process of the enrichment of desired results through the efficient, utilization of human and material resources. Manajemen adalah proses pengoptimalisasian/pengayaan dari seluruh sumber daya secara efisien, baik sumber daya, manusia maupun sumber daya material (non insani).
Beberapa ahli berpendapat bahwa manajemen adalah suatu yang bersifat universal, sebab selalu berhubungan dengan usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar tujuan ini dapat dicapai, orang cenderung untuk mengerahkan segala daya upaya dalam menggunakan berbagai sarana, metode, waktu dan tempat. Dengan demikian maka derajad keberhasilan dari pencapaian tujuan tersebut ditentukan dari kreativitas masing-masing pengelola (Terry, 1968)
Manajemen adalah proses pendayagunaan/pemanfaatan sumber daya yang ada secara efisien untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu organisasi. Manajer yang baik adalah manajer yang dapat mengoptimalisasikan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi secara efisien, mempunyai strategi yang tepat, tujuan yang efektif dan SMART (Specific, Measurable, Achieveable, Reachable, dan Timely), dan tahan menghadapi perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi.

3. Pengertian Mutu (Quality)

Mutu dalam arti Quality adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang / jasa yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang spesifikasikan. Mutu sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau konformansi (persesuaian) terhadap persyaratan atau kebutuhan (Gaspersz, 1997)
Mutu juga dapat diartikan sebagai suatu hasil rekayasa / produk barang / jasa yang dilakukan perbaikan secara terus menerus (quality improvement) melalui suatu jaminan (quality assurance), kontrol yang ketat (quality control) perencanaan yang tepat (quality assessment) untuk dapat memuaskan pelanggan (customer). Perbaikan mutu dilakukan terus menerus dengan biaya produksi yang semakin efisien, dan selalu up to date.
Dari tiga uraian diatas tentang Sistem, Manajemen, dan Mutu, disini penulis mengambil suatu kesimpulan dari ketiganya bahwa Sistem Manajemen Mutu adalah sistem manajemen yang mengoptimalisasikan seluruh sumber daya secara efisien, baik sumber daya, manusia maupun sumber daya material (non insani), guna menghasilkan produk barang / jasa yang memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan (distandarkan / disyaratkan), dengan cara melakukan perbaikan terus menerus (quality improvement), melalui suatu jaminan (quality assurance), kontrol yang ketat (quality control), perencanaan yang tepat (quality assessment), untuk dapat memuaskan pelanggan (customer).

D. SMK dengan penerapan SMM ISO 9001:2000

1. SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)

Sejalan dengan Kebijakan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan tentang kesesuaian dan kesepadanan ”Link and Match” antara dunia pendidikan sebagai penghasil tenaga kerja dan dunia usaha/industri sebagai pemakai tenaga kerja, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dituntut untuk menghasilkan tamatan yang memiliki profesionalisme (menguasai kompetensi tertentu) untuk memasuki dunia usaha/industri sebagai tenaga terampil, SMK juga dituntut dapat menamatkan siswanya untuk mandiri (berwirausaha) menciptakan pekerjaan sendiri. Maka dengan penerapan manajemen berbasis sekolah, SMK dapat mengembangkan diri secara utuh dalam menerapkan model-model pembelajaran yang mengarah pada pembentukan karakter siswa (tamatan) agar dapat mandiri dan atau bersama-sama dengan sesama tamatan menciptakan pekerjaan sendiri (berwirausaha).
Hal ini sudah barang tentu sesuai dengan keinginan orang tua siswa sebagai pelanggan (customer) dalam menyekolahkan anaknya, menginginkan anaknya setelah menyelesaikan pendidikannya di SMK akan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki, atau dapat memanfaatkan keahliannya untuk membuat usaha-usaha secara mandiri.

2. Sistem Manajemen Mutu di SMK

Pada saat ini penerapan sistem manajemen mutu di SMK (sebagai industri jasa) telah menjadi kebutuhan pokok apabila SMK tersebut ingin berkompetisi dalam pasar global, maupun pasar domestik di Indonesia. Tuntutan konsumen (orang tua siswa dan industri pemakai tenaga kerja) terhadap tingkat pelayanan yang diberikan oleh produsen (SMK) telah meningkat. Terdapat sejumlah kriteria yang membedakan pelayanan dengan barang, yaitu : (1) pelayanan adalah merupakan output yang tidak berbentuk (intangible output), (2) pelayanan merupakan output variable, tidak standar, (3) pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi, (4) terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan, (5) pelanggan berpartisipasi (berpengaruh) terhadap proses pelayanan, (6) keterampilan personil diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan, (7) pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal, (8) membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan layanan, (9) pelayanan jasa pada umumnya adalah padat karya, (10) fasilitas pelayanan berada dekat dengan lokasi pelanggan, (11) pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif, (12) pengendalian mutu dibatasai pada pengendalian proses (Gaspersz, 1997)
SMK sebagai lembaga pelayanan jasa dibidang pendidikan dan pelatihan perlu memperhatikan standar pelayanan yang harus diberikan kepada peserta didik (peserta diklat) atau stakeholder lainnya yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) Nomor 053/U/2001 tentang standar pelayanan minimal penyelenggaraan persekolahan pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Khusus untuk SMK, Standar Pelayanan Minimal tersebut meliputi standar : kurikulum, peserta didik, ketenagaan, sarana prasarana, organisasi, pembiayaan, manajemen sekolah, dan peran serta masyarakat, dengan kriteria-kriteria tertentu.
SMK dalam memberikan pelayanan kepada customer harus memenuhi kriteria Standar Pelayanan Minimal (SPM) tersebut. Peningkatan mutu pelayanan penyelenggaraan diklat harus diusahakan secara terus menerus, sehingga diharapkan ketercapaiannya berada diatas SPM. Proses yang terus menerus memerlukan implementasi dari manajemen mutu, sehingga tingkat kepuasan pelanggan menjadi lebih baik.

3. Implementasi SMM ISO 9001:2000 di SMK

Prinsip implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000 adalah konsistensi prosedur, konsistensi instruksi kerja dan pengendalian dokumen (mampu telusur). Dalam bahasa yang paling sederhana prinsip implementasi SMM ISO adalah : “Kerjakan apa yang ditulis, dan tulis apa yang dikerjakan”, sehingga bila terjadi penyimpangan prosedur dan atau terjadi produk tidak sesuai, dapat ditelusuri prosedur mana yang tidak terpenuhi, proses mana yang tidak dilakukan dan proses atau prosedur mana yang perlu dilakukan perbaikan-perbaikan.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, akan dapat dengan mudah dilakukan perbaikan secara terus menerus (quality improvement) pada setiap elemen organisasi atau elemen kegiatan yang ada didalam lembaga sekolah. Perbaikan mutu yang dilakukan terus menerus akan menekan biaya produksi sehingga semakin efisien, dan selalu up to date.
Untuk memenuhi persyaratan implementasi SMM ISO, maka di SMK ditetapkan elemen-elemen struktur organisasi sebagai pengelola kegiatan seperti :
1. Kepala Sekolah, membawahi : wakasek kurikulum, wakasek kesiswaan, wakasek sarana prasarana, wakasek humas, bagian tata usaha, bidang litbang sekolah, kepala program keahlian dan bidang keuangan;
2. Wakasek Kurikulum, membawahi : bagian pengajaran, bagian evaluasi dan bagian media pengajaran;
3. Wakasek Kesiswaan, membawahi : pokja BP, pembina OSIS, poliklinik sekolah, wali kelas, dan koperasi siswa;
4. Wakasek Sarana Prasarana, membawahi : bagian utilitas sekolah, bagian gudang, bagian pengadaan, perustakaan, dan kantin sekolah;
5. Wakasek Humas, membawahi : pokja prakerin, unit produksi/jasa, dan bursa kerja khusus.
6. Bagian Tata Usaha, membawahi : urusan inventarisasi sekolah, urusan persuratan, urusan rumah tangga, urusan pendataan, dan SIM sekolah;
7. Kepala Program Keahlian, membawahi : kepala bengkel, kepala laboratorium, dan guru.
8. Bidang Keuangan, membawahi : bendahara rutin, bendahara komite, dan bendahara OSIS.
( Sumber : Elemen Struktur Organisasi SMKN 2 Kendal
Hasil Tinjauan Manajemen tahun 2007/2008 )
Setiap elemen organisasi tersebut masing-masing memiliki Pedoman Mutu dan Sasaran Mutu yang berbeda antara satu dengan yang lain. Pedoman mutu maupun sasaran mutu tersebut selalu diperbaiki, disesuaikan dengan perkembangan organisasi / lembaga. Perbaikan / penyesuaian pedoman mutu maupun sasaran mutu dilakukan melalui mekanisme rapat tinjauan manajemen yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
Untuk mencapai sasaran mutu yang telah dicanangkan, setiap elemen organisasi diatas memiliki satuan-satuan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya untuk setiap satuan kegiatan diatur dengan Prosedur Operasional Standar (POS) dan atau Instruksi Kerja (IK) yang telah dibakukan. Sebagai contoh : sebagai wakasek kesiswaan bertanggung jawab atas penerimaan siswa baru. Untuk mengatur tertibnya penerimaan siswa baru ditetapkan Prosedur Operasional Standar (POS) Penerimaan Siswa Baru. Dalam POS tersebut diatur sub-sub kegiatan sekaligus siapa yang bertanggung jawab atas sub kegiatan tersebut.
Selain diatur dengan POS, kegiatan juga diatur dengan Instruksi Kerja (IK), sebagai contoh dalam kegiatan penerimaan siswa baru terdapat sub kegiatan Test Kesehatan calon Siswa Baru. Sub kegiatan ini cukup diatur dengan instruksi kerja yang berupa flowchart yang berisi aliran kegiatan pelaksanaan Test Kesehatan.
Kumpulan dari Prosedur Operasional Standar (POS) dan Instruksi Kerja (IK) dibukukan menjadi buku pegangan tiap-tiap elemen dalam organisasi. Buku pegangan tersebut harus dipedomani selama belum terjadi perubahan. POS dan IK setiap tahun ditinjau kesesuaiannya dengan perkembangan organisasi / lembaga serta disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan customer maupun stakeholder. Mekanisme perubahan/penyesuaian POS maupun IK dilaksanakan dalam rapat umum manajemen organisasi dalam hal ini adalah manajemen sekolah. Rapat tersebut disebut dengan rapat tinjauan manajemen.

E. Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan pada SMK yang telah menerapkan SMM ISO 9001:2000, dilakukan dalam rapat tinjauan manajemen yang diselenggarakan minimal 1 (satu) kali dalam satu tahun, dengan melibatkan seluruh unsur pengelola sekolah dan pengelola elemen-elemen organisasi yang ada disekolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. mencari dan mendata produk tidak sesuai,
2. melakukan pemilahan produk tidak sesuai,
3. mengidentifikasi proses yang menjadi penyebab terjadinya produk tidak sesuai,
4. mengembangkan alternatif pemecahan masalah dengan memperbaiki proses produksi / proses pelayanan,
5. melakukan uji coba alternatif proses pemecahan masalah, dan
6. memilih/menetapkan alternatif yang terbaik, sebagai jalan pemecahan masalah.
Hal lain yang sangat perlu diketahui dalam proses tinjauan manajemen adalah meliputi :
1. meninjau kembali kesesuaian antara elemen pengelola program / kegiatan dengan program / kegiatan yang dilakukan yang menjadi tanggung jawabnya,
2. meninjau kembali kesesuaian personil yang bertanggung jawab dalam elemen organisasi mencakup kompetensi/kewenangan yang dimiliki,
3. meninjau kembali kesesuaian alur kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya,
4. mempelajari bukti fisik sebagai tagihan dalam pertanggung jawaban,
5. meninjau kesesuaian waktu penyelesaian kegiatan,
6. mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan, dan
7. menetapkan biaya yang telah / akan dikeluarkan.
Dari tahapan maupun proses penetapan / pengambilan keputusan pada SMK yang telah menerapkan SMM ISO 9001:2000, kita dapat mengetahui bahwa model atau pola pengambilan keputusan yang digunakan pada SMK-SMK tersebut adalah pengambilan keputusan rasional. Hal ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh ahli manajemen yaitu E.F.Hanson dengan menunjukkan terdapatnya enam langkah (yang hampir sama) dalam model rasional pengambilan keputusan, yaitu : (1) define the problem; (2) identify the decision criteria; (3) allocate weight to the criteria; (4) develop the alternatives; (5) evaluate the alternatives; dan (6) select the best alternative.
Pola pengambilan keputusan yang dilakukan di SMK yang telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2000, berdasarkan pandangan rasionalitas yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu, adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (2002), yaitu :
1. Kejelasan masalah. Permasalah jelas dan tidak samar-samar. Disini pengambil keputusan diasumsikan memiliki informasi lengkap tentang situasi keputusan.
2. Pilihan diketahui. Diasumsikan bahwa pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat membuat daftar dari semua alternatif yang berlaku terus menerus. Pengambil keputusan mengetahui semua kemungkinan konsekuensi dari masing-masing alternatif.
3. Preferensi yang jelas. Rasionalitas mengasumsikan bahwa masing-masing kriteria dan alternatif dapat diranking dan ditimbang untuk menunjukkan tingkat kepentingannya.
4. Preferensi yang konstan. Diasumsikan bahwa kriteria suatu keputusan tertentu adalah konstan dan bobot yang diberikan padanya stabil sepanjang waktu.
5. Tidak ada kendala waktu dan biaya. Pengambil keputusan rasional dapat memperoleh informasi yang lengkap tentang kriteria dan alternatif karena diasumsikan bahwa tidak ada kendala waktu dan biaya.
6. Hasil maksimal. Pengambil keputusan rasional akan memilih alternatif yang menghasilkan nilai yang dipandang paling tinggi.

F. Kesimpulan

1. Proses Pengambilan keputusan yang digunakan sebagai ketetapan kebijakan organisasi pada SMK yang menerapkan SMM ISO 9001:2000 didasarkan pada 6 (enam) tahapan sebagai pertimbangan kolektif yaitu : (a) mencari dan mendata produk tidak sesuai, (b) melakukan pemilahan produk tidak sesuai, (c) mengidentifikasi proses yang menjadi penyebab terjadinya produk tidak sesuai, (d) mengembangkan alternatif pemecahan masalah dengan memperbaiki proses produksi / proses pelayanan, (e) melakukan uji coba alternatif proses pemecahan masalah, dan (f) memilih/menetapkan alternatif yang terbaik, sebagai jalan pemecahan masalah.
2. Pengambilan keputusan dilakukan didalam rapat tinjauan manajemen secara konsisten yang diselenggarakan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dengan melibatkan seluruh unsur-unsur manajemen dan kepala sekolah sebagai pembuat keputusan (decision maker)
3. Pola pengambilan keputusan pada SMK yang telah menerapkan SMM ISO 9001:2000 adalah model keputusan rasional.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan melakukan Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya.
Bodan, Robert C. dan Biklen S.Knopp. 1990. Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar Teori ke Praktek. Penerjemah Munadir. Jakarta: PAU-PPA Universitas Terbuka .
Dermawan, Rizky. 2004. Pengambilan Keputusan: Landasan Filosofis, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Gasperzs, Vincent. 2003. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kepner, Charles H. dan Benyamin B. Tregoe. 1975. Manajer yang Rasional, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen.
Owens, Robert G. 1995. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon.
Safarudin, dan Anzizhan, 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Thoha, Miftah, 2004. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana, 2003. Total Quality Manajemen. Yogyakarta: Andi.

Sabtu, 17 Mei 2008

MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Perspektif Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro

Abstrak

Sri Bagus Darmoyo, 2008. Model Kepemimpinan Pendidikan-Perspektif Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro, Tugas Individu Mata Kuliah Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Kependidikan, Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Madyo Eko Susilo, M.Pd. dan Dr. Joko Widodo.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Kepemimpinan Pendidikan, Ki Hajar Dewantoro.

Pimpinan suatu lembaga atau organisasi selalu ingin menumbuhkan motivasi kerja kepada setiap staf atau bawahannya, dengan harapan motivasi kerja yang tinggi akan menumbuhkan kinerja yang baik dan akan menghasilkan prestasi yang unggul dan bermutu. Dalam menumbuhkan motivasi kepada staf atau bawahan, pimpinan lembaga atau organisasi mempunyai cara yang berbeda. Cara-cara tersebut kemudian akan menjadi suatu model perilaku yang kemudian menjadi sebuah Gaya yang dapat disebut sebagai Gaya Kepemimpinan.
Kepemimpinan pendidikan yang bersifat efektif dan inovatif akan menjadikan lembaga pendidikan berkembang. Keberhasilan kepemimpinan di sekolah yaitu keberhasilan kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh hal-hal pokok meliputi : kepribadian, keteladanan, pemahaman konsep, kompetensi manajerial, dan profesionalisme kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang dapat memanfaatkan kritik, saran dan masukan dari siapapun sebagai bahan pijakan untuk maju dan memperbaiki kekurangannya.
Filosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang sering kita dengar di sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya serta sering kita baca di dalam buku-buku sejarah adalah ungkapan : ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Ungkapan tersebut sangat universal untuk diterapkan didunia pendidikan sebagai model atau gaya kepemimpinan yang digali dari falsafah bangsa Indonesia. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan gaya kepemimpinan keteladanan yang saat ini sangat didambakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Filosofi problem solving sebagai ajaran yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantoro dengan menggunakan ungkapan bahasa jawa yang universal (sangat universal) yaitu Neng-Ning-Nung-Nang adalah salah satu gaya kepemimpinan yang merupakan hasil pemikiran asli bangsa Indonesia. Neng – berati meneng atau tenang, Ning – berarti wening atau bening, Nung – berarti dunung atau keberadaan (letak dimana), dan Nang – berarti wenang atau kemampuan/kompetensi.
Problem solving tersebut mengajarkan kepada para pemimpin dalam menghadapi suatu masalah, bahwa seorang pemimpin harus dapat memecahkan permasalahan tanpa membuat permasalahan baru. Dalam problem solving dikatakan “kita dapat menangkap ikan tanpa membuat air menjadi keruh”, atau “kita dapat menangkap ikan didalam kolam yang airnya keruh”. Dalam problem solving yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah dengan tepat dan dapat diterima oleh semua pihak tanpa ada yang merasa dirugikan.
Kepemimpinan dalam perspektif Ki Hajar Dewantoro, sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia adalah : Neng, Ning, Nung, Nang, yang merupakan singkatan dari : (1) Neng : Meneng ing solah bowo; (2) Ning : Wening ing pikir manungku pujo; (3) Nung : Dumunung kasunyatan; dan (4) Nang : Wenang ing jumenengan. Bila dikupas secara gamblang dalam kehidupan masa kini, maka perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro mengandung ajakan luhur yang harus dimiliki oleh para pememimpin bangsa, yang mana pada saat ini sudah banyak ditinggalkan.

Pendahuluan

Setiap pemimpin suatu lembaga atau organisasi selalu ingin menumbuhkan motivasi kerja kepada setiap staf atau bawahannya. Dengan harapan motivasi kerja yang tinggi akan menumbuhkan kinerja yang baik dan akan menghasilkan prestasi yang unggul dan bermutu. Dalam menumbuhkan motivasi kepada staf atau bawahan, pimpinan setiap lembaga atau organisasi mempunyai cara yang berbeda. Cara-cara tersebut kemudian menjadi suatu model perilaku yang kemudian menjadi sebuah Gaya yang selanjutnya disebut sebagai Model atau Gaya Kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan yang kooperatif dapat mendorong staf atau bawahan meningkat motivasi kerjanya, sehingga produktifitas kerjanya meningkat pula. Dan sebaliknya gaya kepemimpinan yang lemah, kurang dalam mendukung staf dan tidak komunikatif akan mengakibatkan kurangnya motivasi kerja staf dan produktifitas akan menurun. Lebih jauh lagi bila gaya kepemimpinan yang diterapkan lemah dan tidak kooperatif atau tidak berorientasi kepada kebutuhan staf, maka akan menjadi bumerang bagi pemimpin itu sendiri, dan pemimpin yang demikian tidak akan diterima oleh bawahan.

Pembangunan Nasioanal melalui bidang pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, terampil, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian, mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut peranan pendidikan sangat menentukan. Pendidikan pada umumnya dilaksanakan di sekolah dengan menanamkan nilai-nilai luhur bangsa kepada siswa-siswinya melalui proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran yang efektif dan efisien berjalan sesuai tujuan pembangunan nasional, perlu adanya kerja sama yang baik antara guru, orang tua siswa, masyarakat sebagai stake holder, yang dimotori dan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah.

Kepala Sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kamajuan sekolah. Pada saat menjadi guru tugas pokoknya adalah mengajar dan mendidik siswa untuk mempelajari mata pelajaran tertentu sedang sebagai Kepala Sekolah tugas pokoknya adalah “memimpin“ dan “mengelola” segala aspek yang ada disekolah, meliputi : pengelolaan kesiswaan, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sarana prasarana dan fasilitas, pengelolaan SDM, pengelolaan kehumasan dan lain-lain yang bermuara pada pencapaian tujuan sekolah.

Memimpin dan mengelola sangat mudah untuk dikatakan tetapi sulit untuk dilaksanakan karena perlu keterampilan khusus dan pengorbanan terutama adalah keteladanan. Seorang Kepala Sekolah harus menjadi suri teladan, baik bagi guru dan stafnya maupun siswa. Dengan keteladanan akan menghasilkan kepemimpinan yang kuat sehingga pada gilirannya tujuan pendidikan nasional dapat tercapai sehingga generasi penerus bangsa akan menjadi generasi yang cerdas, terampil dan mandiri.

A. Kepemimpinan Pendidikan

Zaman yang berbeda menghasilkan pemikiran yang berbeda, zaman yang berbeda melahirkan pemimpin yang berbeda. Topik kepemimpinan bila dibahas dan dibicarakan, sangat menarik dan tidak akan ada habisnya. Berbagai tantangan kepemimpinan dan peran sentral pemimpin dalam menghadapi situasi turbulensi, khususnya yang dihadapi bangsa ini, sangat komplek dan memerlukan legitimasi sentral agar dapat diterima oleh semua pihak didalam menerapkan “kecerdasan” dalam kepemimpinannya.

Krisis yang dialami setiap organisasi, termasuk didalamnya organisasi pendidikan, berakar pada krisis kepemimpinan nasional, khususnya berupa tantangan terhadap kecerdasan kita, yang tidak dapat lagi diantisipasi sekedar dengan kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ), namun menuntut peran kunci kecerdasan spiritual (SQ) sebagai induk segala kecerdasan.

Belajar dan berubah adalah satu-satunya cara untuk tidak tergilas oleh gelombang turbulensi global. Proses tersebut diawali dengan membangun mental pembelajaran (learning mental) – self-awareness, self-acceptance, self-improvement – dan kemudian diikuti dengan membangun perilaku pembelajaran (learning behavior) – observe, assess, design, implement — dengan mendayagunakan daya transformatif yang dimiliki oleh kecerdasan spiritual (SQ) sebagai mesin penggeraknya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor pendorong kemajuan adalah kepemimpinan yang kuat sekaligus melayani masyarakat. Pemimpin yang kuat sekaligus melayani adalah pemimpin yang berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan, bahwa inti kepemimpinan adalah memengaruhi (leadership is influence). Dalam hal ini, memengaruhi orang-orang yang dipimpin untuk melaksanakan sesuatu demi mencapai tujuan bersama, bukan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu.

Prinsip kepemimpinan yang kuat sekaligus melayani, bisa diterapkan di semua tataran kepemimpinan. Mulai di tingkat rukun tetangga (RT), kepala desa/lurah, kepala daerah, organisasi, perusahaan, sampai kepemimpinan tingkat nasional. Dapat pula digunakan sebagai acuan masyarakat dalam mengharapkan kepemimpinan. Sayangnya, masih banyak pemimpin kita yang berperan sebagai penguasa (pangreh), bukan pamong. Bukan melayani, tapi ingin selalu dilayani.

Konsep kepemimpinan asli Indonesia yang sarat dengan falsafah luhur yang mungkin sebagian sudah terlupakan, seperti Tiga Peran Pemimpin dan Sepuluh Sifat Pemimpin yang Efektif dalam Kepemimpinan Sultan Banten, falsafah Wahyu Makuto Romo yang bersumber dari pewayangan, serta konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang sudah lama kita kenal : ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, tutwuri handayani.

Kepemimpinan Pendidikan di Indonesia bila kita lihat dari segala permasalahan yang dihadapi, lepas dari segala krisis kepemimpinan nasional, adalah kepemimpinan yang melayani dan kepemimpinan keteladanan. Model kepemimpinan tersebut lebih dekat dengan model kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, seperti yang sudah sering kita dengar yaitu : Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangunkarso dan Tut wuri handayani.

Dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro yang lain, yang belum banyak dibahas dalam karya-karya ilmiah, Ki Hajar Dewantoro memberikan 4 (empat) syarat kepribadian yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, yaitu : Meneng ing solah bowo, Wening ing pikir manungku pujo, Dumunung kasunyatan, dan Wenang ing jumenengan.

Dari semua bahasan diatas, model kepemimpinan yang sesuai dan selaras dengan kondisi dan perkembangan pendidikan di Indonesia menurut penulis adalah perspektif kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro. Bila kita kupas, maka ada 14 (empat belas) sikap kepemimpinan yang di ajarkan yang dirangkum dalam 7 (tujuh) ajaran yaitu : (1) Keteladanan : Ing ngarso sung tulodo; (2) Motivasi : Ing madyo mangun karso; (3) Mendukung dan percaya kepada bawahan : Tut wuri handayani; (4) Sikap dan Kepribadian : Meneng Ing solah bowo; (5) Spiritual dan Berfikir positif : Weninging pikir manungku pujo; (6) Jujur, terbuka dan dapat dipercaya : Dumunung kasunyatan; dan (7) Berani, berkompeten dan profesional : Wenang ing jumenengan

B. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dapatkah Kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif dan inovatif menjadikan sekolah berkembang? Kepemimpinan Kepala Sekolah sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Kepribadian, kepribadian yang kuat akan membentuk karakter diri menjadi tegas, cerdas dan ikhlas dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Karakter diri akan mengembangkan pribadi yang percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial.
2. Memahami tujuan, dengan memahami tujuan pendidikan dengan baik, kepala sekolah akan selalu berjalan sesuai rel-rel hukum yang benar dalam mencapai tujuan sekolah. Dengan pemahaman yang baik kepala sekolah tidak akan menghalalkan segala cara, semua akan berjalan sesuai aturan yang berlaku.
3. Memiliki Pengetahuan yang Luas, dengan memiliki akar pengetahuan yang luas, seorang kepala sekolah akan senantiasa menerima kritik dan saran sebagai tolok ukur dan pijakan dalam bertindak dan menentukan kebijakan terutama kebijakan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Dan kepala sekolah akan selalu menjadi manusia pembelajar.
4. Memiliki Kompetensi Profesional, keterampilan profesional yang terkait dengan tugasnya sebagai Kepala Sekolah, yaitu :
a. Ketermpilan teknis, yaitu melaksanakan fungsi manajemen sekolah dengan benar meliputi : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan kontrol terhadap seluruh aspek kegiatan persekolahan dan mampu memberdayakan seluruh sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah, baik sumberdaya bergerak maupun sumberdaya tidak bergerak.
b. Hubungan kamanusian, yaitu menyadari diri sebagai pribadi yang memiliki kekurangan sehingga senantiasa bekerja sama dengan orang lain, memotivasi, mendorong guru dan staf untuk maju, dan memberikan pengayoman kepada semua pihak.
5. Memiliki Keterampilan konseptual, seorang kepala sekolah harus memiliki ketrampilan konseptual sehingga dapat dengan benar mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari jalan pemecahannya dengan tepat tanpa mengakibatkan gejolak apapun.

Dalam mengembangkan sekolah perlu dipahami dan dilaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan secara umum yang berlaku, yaitu :
1. Konstruktif, artinya Kepala Sekolah harus mendorong dan membina setiap staf untuk berkembang.
2. Kreatif, artinya Kepala Sekolah harus selalu mencari gagasan dan cara baru dalam melaksanakan tugas.
3. Partisipatif, artinya mendorong keterlibatan semua pihak yang terkait dalam setiap kegiatan di sekolah.
4. Kooperatif, artinya mementingakan kerja sama dengan staf dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan.
5. Delegatif, artinya berupaya mendelegasikan tugas kepada staf sesuai dengan tugas / jabatan serta kemampuan mereka.
6. Integratif, artinya selalu mengitegrasikan semua kegiatan sehingga dihasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah.
7. Rasional dan Objektif, artinya dalam melaksnakan tugas atau bertindak selalu berdasarkan pertimbangan rasio dan objektif.
8. Pragmatis dalam menetapkan kebijakan atau target. Kepala Sekolah harus mendasarkan pada kondisi nyata sumber daya yang dimiliki sekolah.
9. Keteladanan, artinya dalam memimpin sekolah, Kepala Sekolah dapat menjadi contoh yang baik.
10. Adaptabel dan Fleksibel, artinya Kepala Sekolah harus dapat beradaptasi dalam menghadapi situasi dan paradigma baru serta menciptakan situasi kerja yang kondusif.

Dewasa ini sangat benyak Model atau Gaya Kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh para pimpinan atau lembaga dalam lembaga yang dipimpinnya. Kepala Sekolah dapat memilih dan menerapkan model atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi maupun kondisi staf yang dipimpinnya. Diantara model dan gaya kepemimpinan tersebut adalah :
1. Gaya Kepemimpinan Delegatif : dalam gaya kepemimpinan ini kepala sekolah lebih banyak memberikan dukungan dan mendelegasikan tugas dan wewenang kepada staf sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh staf tersebut. Sehingga staf yang memiliki kemampuan baik akan termotivasi dan akan bekerja yang baik.
2. Gaya Kepemimpinan Partisifatif : Kepala Sekolah berpartisipasi aktif dalam mendorong staf untuk menggunakan kemampuannya secara optimal, jika mengahadapi staf yang memilki kamapuan kerja baik tetapi motivasi kerjanya kurang.
3. Gaya Kepemimpinan Konsultatif : Kepala Sekolah banyak memberikan bimbingan sehingga kemampuan staf secara bertahap meningkat, jika menghadapi staf yang memilki kerja yang kurang baik tetapi memilki motivasi kerja baik.
4. Gaya Kepemimpinan Instruktif : Kepala Sekolah lebih banyak memberi petunjuk yang spesifik dan secara ketat mengawasi staf dalam mngerjakan tugasnya.

C. Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dalam model Kepemimpinan modern, kepemimpinan Kepala Sekolah ada tujuh fungsi pokok yang sering kita sebut dengan akronim EMASLIM, yaitu : Kepala Sekolah sebagai (1) Educator, (2) Managjer, (3) Administrator, (4) Supervisor, (5) Leader, (6) Inovator, dan (7) Motivator.
1. Kepala Sekolah sebagai Educator
Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Dan kepala sekolah sebagai guru (edukator) tidak dapat lepas dari tugas utamanya yaitu mendidik. Dalam hal ini sebagai kepala sekolah, yang dididik bukan hanya siswa, akan tetapi seluruh staf dan seluruh warga sekolah yang dipimpin.
2. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Sebagai manajer, kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya harus melakukannya dengan prinsip-prinsip manajemen yang benar dengan menjalankan fungsi : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan kontrol. Fungsi-fungsi tersebut harus dijalankan pada seluruh aspek kegiatan yang ada di sekolah.
3. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Sebagai administrator, berarti kepala sekolah harus menjalankan seluruh kegiatan administrasi sekolah, dan bertanggung jawab atas terlaksananya seluruh kegiatan administrasi di sekolah.
4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Sebagai supervisor, kepala sekolah harus melakukan supervisi pada seluruh kegiatan yang ada di sekolah, dan melakukan kontrol agar seluruh kegiatan berjalan pada rel kebijakan yang telah ditetapkan.
5. Kepala Sekolah sebagai Leader
Sebagai leader atau pemimpin, kepala sekolah harus menjalankan fungsi kepemimpinan yang menjadi tanggung jawabnya. Kepala sekolah sebagai leader harus menetapkan garis-garis besar kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan operasional, dan kepala sekolah bertanggung jawab atas terlaksananya seluruh kebijakan tersebut.
6. Kepala Sekolah sebagai Inovator
Sebagai inovator, kepala sekolah harus senantiasa mencari jalan pembaruan agar sekolah senantiasa berkembang mengikuti perkembangan iptek. Kepala Sekolah harus menjadi agen pembaharuan.
7. Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus senantiasa memberikan motivasi dan dorongan kepada semua pihak untuk maju, berkembang sesuai dengan keinginan individu, dan berkembang guna memajukan institusi/lembaga.

D. Perspektif Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro

1. Filosofi Keteladanan

Filosofi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang terdengar klasik yang sering kita dengar di sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya serta sering kita baca didalam buku sejarah adalah ungkapan : ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Ungkapan tersebut sangat universal untuk diterapkan didunia pendidikan, karakter kepemimpinan, dan di dalam ilmu lain yang mempelajari tentang perilaku manusia.

Bila kita kupas satu persatu ungkapan Ki Hajar Dewantoro tersebut dalam kontek kepemimpinan pendidikan maka pemimpin yang handal harus memiliki sikap :
a. Ing ngarso sung tulodo, artinya dihadapan staf, pemimpin harus dapat memberi teladan kepada seluruh bawahan atau staf yang dipimpin, untuk berlaku jujur, disiplin, terbuka, berfikir positif, dan berkepribadian yang kuat (berkarakter).
b. Ing madyo mangun karso, yang artinya diantara (dalam kebersamaan dengan) staf yang dipimpinnya, pemimpin harus dapat membangkitkan semangat (motivasi) kepada seluruh staf dan menjadi mitra yang sejajar untuk bersama-sama maju menjadi agen pembaruan, dan mengajak staf untuk membangun gagasan dan kemudian mewujudkannya secara bersama-sama.
c. Tut wuru handayani, yang artinya pemimpin pada saat dibelakang (ada maupun tidak ada staf) selalu berusaha memberikan kepercayaan kepada staf yang dipimpin, mendorong dan mendukung setiap staf untuk tampil maju menunjukkan kemampuannya.

Dari tiga rangkaian kata yang merupakan ungkapan bagaimana seorang pemimpin seharusnya, bagaimana seorang pemimpin harus bersikap, dan bagaimana seorang pemimpin memotivasi bawahannya, maka dapat dikatakan disini bahwa Ki Hajar Dewantoro lebih menekankan kepada pemimpin dan calon-calon pemimpin bahwa yang utama harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah suatu sikap keteladanan, yang mencakup seluruh aspek kehidupan yaitu : Jujur, disiplin, terbuka, berfikir positif, dan berkepribadian yang kuat (berkarakter). Bila para pemimpin memiliki sikap ketaladanan, maka tatanan kehidupan di dalam Pemerintahan akan lebih baik dan permasalahan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin terutama permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan.

2. Problem Solving Ki Hajar Dewantoro

Barangkali kita pernah mendengar ungkapan Neng-Ning-Nung-Nang yang merupakan filosofi problem solving yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro dengan menggunakan ungkapan bahasa jawa yang universal (sangat universal). Neng–berati meneng atau tenang, Ning–berarti wening atau bening, Nung–berarti dunung atau keberadaan (tempat dimana), dan Nang–berarti wenang atau kemampuan/kompetensi, (Keterangan : Kompetensi—kewenangan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki).

Dalam menghadapi suatu masalah, seorang pemimpin harus dapat memecahkannya dengan tenang, berfikir positif, tanpa membuat gejolak apapun, serta dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Problem solving yang diajukan oleh Ki Hajar Dewantoro diilustrasikan sebagai cara menangkap ikan di dalam air keruh — ikannya terangkap, airnya menjadi bening. Bagaimana caranya?

Pertama, untuk dapat menangkap ikan pada air keruh, maka airnya harus meneng (Neng), air harus didiamkan agar tenang atau meneng. Bila air sudah menjadi tenang, maka air akan berubah menjadi bening (Ning). Kedua, bila air sudah tenang dan menjadi bening, maka akan kelihatan dimana dunung-nya (Nung) ikan yang akan kita tangkap. Ketiga, bila kita sudah tahu dimana dunungnya ikan yang akan kita tangkap, maka kita akan dengan mudah menentukan bagaimana cara menangkapnya, dengan alat apa, siapa yang harus menangkap, sesuai dengan kompetensi atau ke-wenang-an (Nang) siapa. Keempat, pemimpin selanjutnya akan menetapkan kewenangan siapa yang layak dan seharusnya menangkap ikan tersebut.

Jadi dalam problem solving ini, intinya pemimpin akan dengan tanpa ragu-ragu menetapkan siapa mengerjakan apa, siapa sebagai apa, dan siapa melakukan kewenangan apa didalam suatu lembaga yang dipimpinnya.

3. Kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro

Menurut perspektif Ki Hajar Dewantoro, kepemimpinan yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia adalah : Neng, Ning, Nung, Nang, yang merupakan sari ungkapan (singkatan) dari : (1) Neng : Meneng ing solah bowo; (2) Ning : Wening ing pikir manungku pujo; (3) Nung : Dumunung kasunyatan; dan (4) Nang : Wenang ing jumenengan. Bila dikupas secara gamblang dalam kehidupan masa kini, maka perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro mengandung ajakan luhur yang harus dimiliki oleh para pememimpin bangsa, yang mana pada saat ini sudah banyak ditinggalkan.

Secara lengkap perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro dapat dijabarkan dengan bahasa yang sederhana sebagai berikut :
a. Neng : Meneng Ing Solah Bowo
Pemimpin harus memiliki kepribadian Meneng ing Solah bowo, artinya seorang pemimpin harus bersikap tenang dalam menghadapi segala permasalahan yang mungkin timbul dalam kepemimpinannya. Selain dari itu, pemimpin dalam memutuskan permasalahan, mengambil kebijakan, menetapkan program harus senantiasa tenang, tidak sembarangan (grusah-grusuh), semua melalui pertimbangan yang panjang, cerdas, dan ikhlas. Bila pemimpin memiliki kepribadian tersebut maka pemimpin akan berwibawa, diterima dan disegani oleh mereka yang dipimpin.
b. Ning : Weninging Pikir Manungku Pujo
Pemimpin yang Wening ing Pikir Manungku Pujo, senantiasa memproyeksikan segala sesuatu yang dihadapi adalah berasal dari kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga dalam melakukan pemecahan masalah, penentuan kebijakan, dan penetapan program maupun kegiatan di dalam lembaga yang dipimpin selalu dilandasi dengan pikiran positif bahwa semua yang dikerjakan akan mendapat ridho dari Allah Tuhan YME. Pemimpin yang demikian selalu berfikir positif (sabar, eling dan narimo) dan melaksanakan tugas tanpa beban dan tanpa pamrih.
c. Nung : Dumunung Kasunyatan
Seorang pemimpin harus Dumunung Kasunyatan. Pemimpin harus berkehendak, berbicara, dan bertindak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada pilih kasih. Ciri pemimpin yang Dumunung Kasunyatan selalu mengedepankan : Kejujuran, Keikhlasan, dan menjaga Nilai-nilai luhur yang menjadi akar budaya masyarakat dan budaya organisasi. Pemimpin yang demikian dapat menyesuaikan dengan keadaan dimanapun dia berada. Dumunung Kasunyatan juga dapat berarti bahwa : Perkataan (lati), Fikiran (ati) dan Tindakan (pekerti) adalah sama, sehingga pemimpin yang demikian melakukan tindakan apapun tenang dan tanpa beban. Antara pembicaraan, tindakan dan fikiran selaras dan sejalan, dalam bahasa jawa dikatakan bahwa : “Dadi pemimpin iku kudu Jumbuh antarane pikiran, tindakan lan pangandikan, yen ora, nroko papane”.
d. Nang : Wenang Ing Jumenengan
Sikap Wenang ing Jumenengan dari seorang pemimpin adalah menyangkut masalah kompetensi dan kepampuan profesional seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus mampu melaksanakan kewenangannya dalam membagi tugas sesuai dengan kemampuan staf yang dipimpin. Wenang ing jumenengan selaras dengan pepatah populer : “The right man in the right place”, artinya pemimpin harus memiliki kewenangan untuk mampu membagi tugas sesuai dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki oleh staf yang dipimpin. Berikan tugas kepada ahlinya. Akan tetapi yang sering terjadi pada saat ini adalah kewenangan yang sewenang-wenang, dengan alasan hak prerogatif. Hal ini tidak masuk dalam kepemimpinan yang diajarkan menurut perspektif Ki Hajar Dewantoro.

Perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang selaras dengan falsafah Kepemimpinan Jawa saat ini sudah banyak ditinggalkan oleh para pemimpin bangsa saat ini. Akan tetapi sebagai kekayaan falsafah dan ilmu pengetahuan bangsa, maka tidak ada salahnya apabila perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro ini digali kembali untuk dikembangkan dan diterapkan pada model-model kepemimpinan, terutama kepemimpinan di dalam dunia pendidikan yang memerlukan Keteladanan, Motivasi, Kejujuran, Kerja Keras dan Kerja Ikhlas menuju dunia pendidikan yang dapat bersaing di kancah Regional dan Internasional.

E. Kesimpulan

1. Model Kepemimpinan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro dapat dibagi dalam 7 (tujuh) sikap kepemimpinan yang dipersyaratkan sebagai seorang pemimpin yaitu : (1) Keteladanan : Ing ngarso sung tulodo; (2) Motivasi : Ing madyo mangun karso; (3) Mendukung dan percaya kepada bawahan : Tut wuri handayani; (4) Sikap dan Kepribadian : Meneng Ing solah bowo; (5) Spiritual dan Berfikir positif : Weninging pikir manungku pujo; (6) Jujur, terbuka dan dapat dipercaya : Dumunung kasunyatan; dan (7) Berani, berkompeten dan profesional : Wenang ing jumenengan.
2. Kepemimpinan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jaman dan sesuai dengan paradigma perkembangan pendidikan di Indonesia adalah Falsafah kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro yang bila dijabarkan akan menjadi 7 (tujuh) kepribadian pemimpin meliputi :
a. Keteladanan, yaitu pemimpin harus memiliki sikap dan kepribadian yang dapat diteladani oleh staf dan bawahan yang dipimpin
b. Motivasi, yaitu pemimpin harus senantiasa memberikan motivasi kepada staf yang dipimpin untuk selalu mengembangkan diri dan bersama-sama maju untuk kepentingan bersama, kepentingan lembaga diatas kepentingan pribadi.
c. Legowo, yaitu sifat pemimpin yang memberikan kepercayaan penuh kepada staf yang dipimpin untuk mengerjakan tugas yang diberikan tanpa tendensi apapun.
d. Tenang, yaitu pemimpin harus tenang dalam menghadapi permasalahan yang timbul dan mungkin akan terjadi dalam lembaga yang dipimpinnya.
e. Berfikir Positif, yaitu pemimpin harus senantiasa berfikir positif dan memperspektifkan bahwa segala yang terjadi didalam lembaga adalah karena kehendak Yang Maha Kuasa.
f. Jujur, Ikhlas dan Dapat dipercaya, yaitu pemimpin yang berfikir, bertindak dan berbuat sesuai kenyataan, apa adanya, adil dalam tindakan, perkataan dan pikiran.
g. Berkompeten dan Profesional, yaitu pemimpin memahami bahwa kepentingan lembaga adalah diatas kepentingannya, sehingga dalam melakukan tugas, membagi kewenangan selalu memperhatikan kepentingan lembaga, sehingga tidak sewenang-wenang. Segala tindakan selalu diproyeksikan untuk kemajuan lembaga secara benar dan menyeluruh.
3. Perspektif kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro hanya akan menjadi cerita bila tidak digali, dicermati dan dilaksanakan oleh generasi penerus bangsa. Ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro perlu dibangkitkan kembali sebagai falsafah bangsa untuk mengisi 100 tahun Kebangkitan Bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Adi Ekopriyono, Kepemimpinan yang Melayani, Suara Merdeka, Semarang.
H. Heru Wahyukismoyo, Pembangunan & Pendidikan Berbasis Kebudayaan, Harian Umum Kedaulatan Rakyat, Jogjakarta
Ki Priyo Dwiarso, Problem Solving ala Ki Hajar Dewantoro, Internet.
Marselius ST - Rita Andarika, Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional, 36 Desember 2004, Internet
Taufik Bahaudin, Kepemimpinan Abad Otak dan Milenium Pikiran, Penerbit : PT Elex Media Komputindo, Internet
www.atmajaya.ac.id, Permasalahan Pendidikan Indonesia Perlu Dipetakan Kembali, Internet.
……………………………………. , Artikel Humaniora, Kebangkitan Nasional, Kepemimpinan, Pemerintahan dan Pendidikan. Nopember 29, 2007
…………………….………, Model Kepemimpinan Manakah Yang Kita Gunakan Saat Ini?, Internet
…………………, 1001 Kisah tentang Sekolah, Internet.